Kamis, 09 Juni 2011

MOTIVASI ORGANISASI



         Didalam azas-azas manajemen terdapat lima fungsi utama manajemen, yaitu planning, organizing, staffing, leading, dan controlling. Pada pelaksanaannya, setelah rencana dibuat (planning), organisasi dibentuk (organizing), dan disusun personalianya (staffing), maka langkah berikutnya adalah menugaskan/mengarahkan karyawan menuju ke arah tujuan yang telah ditentukan. Fungsi pengarahan (leading) ini secara sederhana adalah membuat para karyawan melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkan dan harus mereka lakukan. Memotivasi karyawan merupakan kegiatan kepemimpinan yang termasuk di dalam fungsi ini. Kemampuan manajer untuk memotivasi karyawannya akan sangat menentukan efektifitas manajer. Manajer harus dapat memotivasi para bawahannya agar pelaksanaan kegiatan dan kepuasan kerja mereka meningkat.
Berbagai istilah digunakan untuk menyebut kata ‘motivasi’ (motivation) atau motif, antara lain kebutuhan (need), desakan (urge), keinginan (wish), dan dorongan (drive). Dalam hal ini, akan digunakan istilah motivasi yang diartikan sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.
Motivasi menunjuk kepada sebab, arah, dan persistensi perilaku. Kita bicara mengenai penyebab suatu perilaku ketika kita bertanya tentang mengapa seseorang melakukan sesuatu. Kita bicara mengenai arah perilaku seseorang ketika kita menanyakan mengapa ia lakukan suatu hal tertentu yang mereka lakukan. Kita bicara tentang persistensi ketika kita bertanya keheranan mengapa ia tetap melakukan hal itu (Berry, 1997).
Suatu organisme (manusia/hewan) yang dimotivasi akan terjun ke dalam suatu aktivitas secara lebih giat dan lebih efisien daripada yang tanpa dimotivasi. Selain menguatkan organisme itu, motivasi cenderung mengarahkan perilaku (orang yang lapar dimotivasi untuk mencari makanan untuk dimakan; orang yang haus, untuk minum; orang yang kesakitan, untuk melepaskan diri dari stimulus/rangsangan yang menyakitkan (Atkinson, Atkinson, & Hilgard, 1983).
Sampai pada abad 17 dan 18, para pakar filsafat masih berkeyakinan bahwa konsepsi rasionalisme merupakan konsep satu-satunya yang dapat menerangkan tindakan-tindakan yang dilakukan manusia. Konsep ini menerangkan bahwa manusia adalah makhluk rasional dan intelek yang menentukan tujuan dan melakukan tindakannya sendiri secara bebas berdasarkan nalar atau akalnya. Baik-buruknya tindakan yang dilakukan oleh seseorang sangat tergantung dari tingkat intelektual orang tersebut. Pada masa-masa berikutnya, muncul pandangan mekanistik yang beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh manusia timbul dari adanya kekuatan internal dan eksternal, diluar kontrol manusia itu sendiri. Hobbes (abad ke-17) mengemukakan doktrin hedonisme-nya yang menyatakan bahwa apapun alasan yang diberikan oleh seseorang atas perilakunya, sebab-sebab terpendam dari semua perilakunya itu adalah adanya kecenderungan untuk mencari kesenangan dan menghindari kesusahan.
Salah satu aspek memanfaatkan pegawai ialah pemberian motivasi (daya perangsang) kepada pegawai, dengan istilah populer sekarang pemberian kegairahan bekerja kepada pegawai. Telah dibatasi bahwa memanfaatkan pegawai yang memberi manfaat kepada perusahaan. Ini juga berarti bahwa setiap pegawai yang memberi kemungkinan bermanfaat ke dalam perusahaan, diusahakan oleh pimimpin agar kemungkinan itu menjadi kenyataan. Usaha untuk merealisasi kemungkinan tersebut ialah dengan jalan memberikan motivasi. Motivasi ini dimaksudkan untuk memberikan daya perangsang kepada pegawai yang bersangkutan agar pegawai tersebut bekerja dengan segala daya dan upayanya (Manulang , 2002).
Menurut The Liang Gie Cs. (Matutina dkk ,1993) bahwa pekerjaan yang dialakukan oleh seseorang manajer dalam memberikan inspirasi, semangat, dan dorongan kepada orang lain (pegawai) untuk mengambil tindakan-tindakan. Pemberian dorongan ini dimaksudkan untuk mengingatkan orang-orang atau pegawai agar mereka bersemangat dan dapat mencapai hasil sebagaimana dikehendaki dari orang tersebut. Oleh karena itu seorang manajer dituntut pengenalan atau pemahaman akan sifat dan karateristik pegawainya, suatu kebutuhan yang dilandasi oleh motiv dengan penguasaan manajer terhadap perilaku dan tindakan yang dibatasi oleh motiv, maka manajer dapat mempengaruhi bawahannya untuk bertindak sesuai dengan keinginan organisasi.
Menurut Martoyo (2000) motivasi pada dasarnya adalah proses untuk mencoba mempengaruhi seseorang agar melakukan yang kita inginkan. Dengan kata lain adalah dorongan dari luar terhadap seseorang agar mau melaksanakan sesuatu. Dengan dorongan (driving force) disini dimaksudkan desakan yang alami untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan hidup, dan kecendrungan untuk mempertahankan hidup. Kunci yang terpenting untuk itu tak lain adalah pengertian yang mendalam tentang manusia.
Motivasi berasal dari motive atau dengan prakata bahasa latinnya, yaitu movere, yang berarti “mengerahkan”. Seperti yang dikatakan Liang Gie dalam bukunya Martoyo (2000) motive atau dorongan adalah suatu dorongan yang menjadi pangkal seseorang melakukan sesuatu atau bekerja. Seseorang yang sangat termotivasi, yaitu orang yang melaksanakan upaya substansial, guna menunjang tujuan-tujuan produksi kesatuan kerjanya, dan organisasi dimana ia bekerja. Seseorang yang tidak termotivasi, hanya memberikan upaya minimum dalam hal bekerja. Konsep motivasi, merupakan sebuah konsep penting studi tentang kinerja individual. Dengan demikian motivasi atau motivation berarti pemberian motiv, penimbulan motiv atau hal yang menimbulkan dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan. Dapat juga dikatakan bahwa motivation adalah faktor yang mendorong orang untuk bertindak dengan cara tertentu (Martoyo , 2000).
Manusia dalam aktivitas kebiasaannya memiliki semangat untuk mengerjakan sesuatu asalkan dapat menghasilkan sesuatu yang dianggap oleh dirinya memiliki suatu nilai yang sangat berharga, yang tujuannya jelas pasti untuk melangsungkan kehidupannya, rasa tentram, rasa aman dan sebagainya.
Menurut Martoyo (2000) motivasi kinerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja. Menurut Gitosudarmo dan Mulyono (1999) motivasi adalah suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan atau kegiatan tertentu, oleh karena itu motivasi sering kali diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku seseorang. Setiap tindakan yang dilakukan oleh seorang manusia pasti memiliki sesuatu faktor yang mendorong perbuatan tersebut. Motivasi atau dorongan untuk bekerja ini sangat penting bagi tinggi rendahnya produktivitas perusahaan. Tanpa adanya motivasi dari para karyawan atau pekerja untuk bekerja sama bagi kepentingan perusahaan maka tujuan yang telah ditetapkan tidak akan tercapai. Sebaliknya apabila terdapat motivasi yang besar dari para karyawan maka hal tersebut merupakan suatu jaminan atas keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya.
Motivasi atau dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja bersama demi tercapainya tujuan bersama ini terdapat dua macam, yaitu:
a. Motivasi finansial, yaitu dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan finansial kepada karyawan. Imbalan tersebut sering disebut insentif.
b. Motivasi nonfinansial, yaitu dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk finansial/ uang, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian, penghargaan, pendekatan manusia dan lain sebagainya (Gitosudarmo dan Mulyono , 1999).
Menurut George R. dan Leslie W. (dalam bukunya Matutina. dkk , 1993) mengatakan bahwa motivasi adalah “……getting a person to exert a high degree of effort ….” yang artinya motivasi membuat seseorang bekerja lebih berprestasi. Sedang Ravianto (1986) dalam bukunya ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kinerja, yaitu atasan, rekan, sarana fisik, kebijaksanaan dan peraturan, imbalan jasa uang, jenis pekerjaan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya adalah kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau activities) dan memberikan kekuatan yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan ataupun mengurangi ketidak seimbangan. Ada definisi yang menyatakan bahwa motivasi berhubungan dengan :
  1. Pengaruh perilaku.
  2. Kekuatan reaksi (maksudnya upaya kerja), setelah seseorang karyawan telah memutuskan arah tindakan-tindakan.
  3. Persistensi perilaku, atau berapa lama orang yang bersangkutan melanjutkan pelaksanaan perilaku dengan cara tertentu. (Campell , 1970).
Teori motivasi dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu teori kepuasan (content theory) dan teori proses (process theory). Teori ini dikenal dengan nama konsep Higiene, yang mana cakupannya adalah:
  1. Isi Pekerjaan.
Hal ini berkaitan langsung dengan sifat-sifat dari suatu pekerjaan yang dimiliki oleh tenaga kerja yang isinya meliputi Prestasi, upaya dari pekerjaan atau karyawan sebagai aset jangka panjang dalam menghasilkan sesuatu yang positif di dalam pekerjaannya, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, pengembangan potensi individu.
2. Faktor Higienis.
Suatu motivasi yang dapat diwujudkan seperti halnya : gaji dan upah, kondisi kerja, kebijakan dan administrasi perusahaan, hubungan antara pribadi, kualitas supervisi.
Pada teori tersebut bahwa perencanaan pekerjaan bagi karyawan haruslah menunjukkan keseimbangan antara dua faktor.
Teori Motivasi Kepuasan.
Teori yang didasarkan pada kebutuhan insan dan kepuasannya. Maka dapat dicari faktor-faktor pendorong dan penghambatnya. Pada teori kepuasan ini didukung juga oleh para pakar seperti Taylor yang mana teorinya dikenal sebagai Teori Motivasi Klasik. Teori secara garis besar berbicara bahwa motivasi kerja hanya dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan kerja baik secara biologis maupun psikologis. Yaitu bagaimana mempertahankan hidupnya. Selain itu juga
Teori Hirarki Kebutuhan (Need Hirarchi) dari Abraham Maslow yang menyatakan bahwa motivasi kerja ditunjukan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan kerja baik secara biologis maupun psikologis, baik yang berupa materi maupun non-materi.
Secara garis besar tersebut teori jenjang kebutuhan dari Maslow dari yang rendah ke yang paling tinggi yang menyatakan bahwa manusia tidak pernah merasa puas, karena kepuasannya bersifat sangat relatif maka disusunlah hirarki kebutuhan seperti hasrat menyususn dari yang teruraikan sebagai berikut:
  1. Kebutuhan pokok manusia sehari-hari misalnya kebutuhan untuk makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan kebutuhan fisik lainnya (physical need). Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah, apabila sudah terpenuhi maka diikuti oleh hirarki kebutuhan yang lainnya.
  2. Kebutuhan untuk memperoleh keselamatan, keselamatan, keamanan, jaminan atau perlindungan dari yang membayangkan kelangsungan hidup dan kehidupan dengan segala aspeknya (safety need).
  3. Kebutuhan untuk disukai dan menyukai, disenangi dan menyenangi, dicintai dan mencintai, kebutuhan untuk bergaul, berkelompok, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, menjadi anggota kelompok pergaulan yang lebih besar (esteem needs).
  4. Kebutuhan untuk memperoleh kebanggaan, keagungan, kekaguman, dan kemasyuran sebagai seorang yang mampu dan berhasil mewujudkan potensi bakatnya dengan hasil prestasi yang luar biasa (the need for self actualization). Kebutuhan tersebut sering terlihat dalam kehidupan kita sehari-hari melalui bentuk sikap dan prilaku bagaimana menjalankan aktivitas kehidupannya (Zainun , 1997).
  5. Kebutuhan untuk memperoleh kehormatan, pujian, penghargaan, dan pengakuan (esteem need).
Teori Motivasi Proses.
Teori ini berusaha agar setiap pekerja giat sesuai dengan harapan organisasi perusahaan. Daya penggeraknya adalah harapan akan diperoleh si pekerja.
Dalam hal ini teori motivasi proses yang dikenal seperti :
  • Teori Harapan (Expectancy Theory), komponennya adalah: Harapan, Nilai (Value), dan Pertautan (Instrumentality).
  • Teori Keadilan (Equity Theory), hal ini didasarkan tindakan keadilan diseluruh lapisan serta obyektif di dalam lingkungan perusahaannya.
  • Teori Pengukuhan (Reinfocement Theory), hal ini didasarkan pada hubungan sebab-akibat dari pelaku dengan pemberian kompensasi.
Teori Motivasi Prestasi (Achievement Motivation) dari McClelland
Teori ini menyatakan bahwa seorang pekerja memiliki energi potensial yang dapat dimanfaatkan tergantung pada dorongan motivasi, situasi, dan peluang yang ada. Kebutuhan pekerja yang dapat memotivasi gairah kerja adalah :
  1. Kebutuhan akan prestasi dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses.
  2. Kebutuhan akan kekuasaan : kebutuhan untuk membuat orang berprilaku dalam suatu cara yang orang-orang itu (tanpa dipaksa) tidak akan berprilaku demikian.

Kebutuhan akan afiliasi : hasrat untuk hubungan antar pribadi yang ramah dan karib (Robbins , 1996)
Teori X dan Y dari Mc. Gregor.
Teori ini didasarkan pada asumsi-asumsi bahwa manusia secara jelas dan tegas dapat dibedakan atas manusia penganut teori X dan mana yang menganut teori Y.
Pada asumsi teori X menandai kondisi dengan hal-hal seperti karyawan rata-rata malas bekerja, karyawan tidak berambisi untuk mencapai prestasi yang optimal dan selalu menghindar dari tanggung jawab, karyawan lebih suka dibimbing, diperintah dan diawasi, karyawan lebih mementingkan dirinya sendiri. Sedangkan pada asumsi teori Y menggambarkan suatu kondisi seperti karyawan rata-rata rajin bekerja. Pekerjaan tidak perlu dihindari dan dipaksakan, bahkan banyak karyawan tidak betah karena tidak ada yang dikerjakan, dapat memikul tanggung jawab, berambisi untuk maju dalam mencapai prestasi, karyawan berusaha untuk mencapai sasaran organisasi (Robbins dalam bukunya Umar, 2000).
Dalam hal ini motivasi dan kemampuan karyawan merupakan salah satu aspek atau faktor yang dapat meningkatkan sinergik (synergistic effect). Maka pembinaan terhadap sumber daya manusia tidak pada penyelenggaraan latihan (training) saja, tetapi juga didukung dengan pengembangan atau pembinaan selanjutnya (development).
Menurut Mitchell (dalam Winardi , 2000) tujuan dari motivasi adalah memperediksi perilaku perlu ditekankan perbedaan-perbedaan antara motivasi, perilaku dan kinerja (performa). Motivasilah penyebab perilaku; andai kata perilaku tersebut efektif, maka akibatnya adalah berupa kinerja tinggi.
Dalam kehidupan, motivasi memiliki peranan yang sangat penting karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung prilaku manusia,supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal ( Hasibuan 2001 :141). Tanpa adanya motivasi dalam diri seseorang maka dapat dipastikan bahwa orang itu tidak akan bergerak sedikitpun dari tempatnya berada
         Begitupun dalam dunia kerja, motivasi memegang peranan penting dalam usaha pencapaian tujuan suatu organisasi,sehebat apapun recana yang telah dibuat oleh manajemen apabila dalam proses aplikasinya dilakukan oleh orang orang (karyawan) yang kurang atau bahkan tidak memiliki motivasi yang kuat maka akan menyebabkan tidak terealisasinya rencana tersebut.
Flipo dalam Hasibuan ( 2001 : 143 ) mendefinisikan bahwa”Direction or motivation is essence, it is a skill in aligning employee and organization interest so that behavior result achievement of employee want simultaneously with attainment or organizational objectives. (motivasi adalah suatu keahlian, dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja secara berhasil, sehingga keinginan para pegawai dan tujuan organisasi sekaligus tercapai).
Penulis lainya, Sperling dalam Mangkunegara (2005 : 93). mengemukakan bahwa “ Motive is defined as a tendency to activit, started by a drive and ended by an adjustment. The adjustment is said to satisfy the motive”. (motiv didefinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, dimulai dari dorongan di dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri. (Penyesuaian diri dikatakan untuk Memuaskan motiv).
Berelson dan Stainer dalam Koontz,O’Donnell, Weihrich (1993:124). mendefinisikan sebagai berikut : Istilah motip sebagai suatu keadaan di dalam diri seseorang (inner state) yang mendorong, mengaktifkan, atau menggerakan (karenanya motivasi) ,dan yang menggerakan atau menyalurkan prilaku ke arah tujuan ,dengan kata lain “Motivasi adalah istilah umum yang mencakup keseluruhan golongan dorongan, keinginan, kebutuhan, dan daya yang sejenis.
Dengan menyatakan bahwa para manejer memotivasi bawahan berarti mereka melakukan hal hal yang diharapkan dapat memuaskan dorongan dan keinginan tersebut sehingga menimbulkan dorongan bagi bawahan untuk bertindak sesuai dengan yang diinginkan.
Sedangkan Penulis Koontz, O’Donnell, Weihrich (1993:115&117) sendiri menyatakan bahwa: Motivasi merupakan sutu rantai reaksi yang diawali dengan adanya kebutuhan yang menimbulkan keinginan atau upaya mencapai tujuan yang selanjutnya mencapai tensi (ketegangan ) (yaitu keinginan yang belum terpenuhi yang kemudian menyebabkan timbulnya tindakan yang mengarah kepada tujuan dan akhirnya memuaskan keinginan Ia juga mengatakan bahwa Motivasi mengacu pada dorongan dan upaya untuk memuaskan suatu keinginan atau tujuan.
Dilain sisi Vroom dalam Koontz, O’Donnell , Weihrich (1993:124) mengemukakan bahwa: Motivasi seseorang ke arah tindakan pada suatu waktu tertentu ditentukan oleh antisipasinya terhadap nilai dari hasil tindakan itu (Baik negatif maupun positif) yang digandakan oleh harapan orang yang bersangkutan bahwa hasil tersebut akan mewujudkan tujuan yang diinginkan.
Sedangkan Gibson,Ivancevich,Donnelly (1996 : 185) menyatakan bahwa Motivasi merupakan konsep yang kita gunakan untuk menggambarkan dorongan dorongan yang timbul pada atau dalam seorang individu yang menggerakan dan mengarahkan prilaku. Begitupun dengan Hani Handoko (2003 :252) yang mengartikan Motivasi sebagai keadaan dalam diri pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai manusia termotivasi oleh kebutuhan yang dimilikinya hal ini sejalan dengan Pendapat Robin yang mengemukakan bahwa Motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individual (Robbin,2003 :208).
Baron dalam Mangkunegara 2005 : 93).Mendefinisikan Bahwa' Motivasi adalah merupakan proses pemberian dorongan kepada anak buah supaya anak buah dapat bekerja sejalan dengan batasan yang diberikan guna mencapai tujuan organisasisecara optimal (Sulistiyani dan Rosidah 2003 : 58). Motivasi dapat pula dikatakan sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri.
Dari beberapa pengertian motivasi diatas, maka peneliti dapat  menyimpulkan bahwa pengertian motivasi adalah pemberian daya pendorong atau penggerak yang diberikan pimpinan kepada seseorang dengan maksud agar seseorang itu mau bekerja keras untuk mencapai tujuan organisasi.
Beberapa faktor yang dapat mempngaruhi motivasi oraganisasi :
Tujuan
Visi, misi dan tujuan yang jelas akan membantu suatu organisasi dalam bekerjasama. Namun hal tersebut belum cukup jika visi., misi dan tujuan yang ditetapkan tidak sejalan dengan kebutuhan dan tujuan para anggota..
Tantangan
Manusia dikarunia mekanisme pertahanan diri yang di sebut “fight atau flight syndrome”. Ketika dihadapkan pada suatu tantangan, secara naluri manusia akan melakukan suatu tindakan untuk menghadapi tantangan tersebut (fight) atau menghindar (flight). Dalam banyak kasus tantangan yang ada merupakan suatu rangsangan untuk mencapai kesuksesan. Dengan kata lain tantangan tersebut justru merupakan motivator.
Namun demikian tidak semua pekerjaan selalu menghadirkan tantangan. Sebuah organisasi tidak selamanya akan menghadapi suatu tantangan. Pertanyaannya adalah bagaimana caranya memberikan suatu tugas atau pekerjaan yang menantang dalam interval. Salah satu criteria yang dapat dipakai sebagai acuan apakah suatu tugas memiliki tantangan adalah tingkat kesulitan dari tugas tersebut. Jika terlalu sulit, mungkin dapat dianggap sebagai hal yang mustahil dilaksanakan, maka team bisa saja menyerah sebelum mulai mengerjakannya. Sebaliknya, jika terlalu mudah maka team juga akan malas untuk mengerjakannya karena dianggap tidak akan menimbulkan kebanggaan bagi yang melakukannya.
Keakraban
Team yang sukses biasanya ditandai dengan sikap akraban satu sama lain, setia kawan, dan merasa senasib sepenanggungan. Para anggota team saling menyukai dan berusaha keras untuk mengembangankan dan memelihara hubungan interpersonal. Hubungan interpersonal menjadi sangat penting karena hal ini akan merupakan dasar terciptanya keterbukaan dan komunikasi langsung serta dukungan antara sesama anggota organisasi.
Tanggungjawab
Secara umum, setiap orang akan terstimulasi ketika diberi suatu tanggungjawab. Tanggungjawab mengimplikasikan adanya suatu otoritas untuk membuat perubahan atau mengambil suatu keputusan. Suatu organisasi yang diberi tanggungjawab dan otoritas yang proporsional cenderung akan memiliki motivasi kerjasama yang tinggi.
Budaya
Setiap orang akan melakukan banyak cara untuk dapat mengembangkan diri, mempelajari konsep dan ketrampilan baru, serta melangkah menuju kehidupan yang lebih baik. Jika dalam sebuah organisasi setiap anggota merasa bahwa organisasi tersebut dapat memberikan peluang bagi mereka untuk melakukan hal-hal tersebut di atas maka akan tercipta motivasi dan komitment yang tinggi. Hal ini penting mengingat bahwa perkembangan pribadi memberikan nilai tambah bagi individu dalam meningkatkan harga diri. Kebiasaan-kebiasaan seseorang didalam organisasi pun dapat mempengaruhi kelakuan seseorang untuk mendapatkan motivasi. Norma-norma yang baik ada didalam organisasi juga bisa mempengaruhi seseorang untuk lebih baik dan lebih maju.
Kepemimpinan
Tidak dapat dipungkiri bahwa leadership merupakan faktor yang berperan penting dalam mendapatkan komitment dari anggota suatu organisasi. Leader berperan dalam menciptakan kondisi yang kondusif bagi team-nya untuk bekerja dengan tenang dan harmonis.

Minggu, 05 Juni 2011

PARTAI POLITIK & PEMILIHAN UMUM


A.    DEFINISI PARTAI POLITIK
            Partai politik beranjak dari anggapan bahwa dengan membentuk wadah organisasi mereka dapat menyatukan masyarakat yang mempunyai pemikiran serupa sehingga pemikiran dan orientasi mereka bisa dikonsolidasikan. Dengan begitu pengaruh mereka bisa lebih besar dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan.
            Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok terorganisir yang anggotanya mempunyai orientasi, nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dengan cara konstitusional untuk melaksanakan programnya.
 Partai politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus. Definisi lainnya adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik - (biasanya) dengan cara konstitusionil - untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.
Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa Partai politik adalah sarana politik yang menjembatani elit-elit politik dalam upaya mencapai kekuasaan politik dalam suatu negara yang bercirikan mandiri dalam hal finansial, memiliki platform atau haluan politik tersendiri, mengusung kepentingan-kepentingan kelompok dalam urusan politik, dan turut menyumbang political development sebagai suprastruktur politik.


             Ada beberapa definisi partai politik yang dibuat oleh para sarjana ahli ilmi klasik dan kontemporer.
Carl J. Friedrich menjelaskan partai politik sebagai berikut :
Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan kekuasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya serta memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil serta materil.
            Sigmund Neumann dalam bukunya yang berjudul: Modern PoliticalmParties, mengemukakan definisi partai politik sebagai berikut:
Partai politik adalah organisasi dari aktifitas politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan suatu golongan atau golongan lainnya yang mempunyai pandangan yang berbeda.
            Menurut Neumann, partai politik merupakan perantara yang besar menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideology social dengan lembaga pemerintahan yang resmi.
            Ahli lain yang juga turut merintis studi tentang kepartaian dan membuat definisinya adalah Giovanni Sartori,  yang karyanya juga menjadi  klasik serta acuan penting. Murut Sartori: partai politik adalah suatu kelompok politik yang mengikuti pemilihan umum dan, melalui pemilihan umum itu dapat menempatkan calonnya untuk menduduki jabatan public.
                 Ada juga Definisi partai politik menurut Undang-undang No. 31/2002 yang merupakan penyempurnaan dari Undang-undang No. 2/1999 yang mengatakan bahwa partai politik adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilihan umum. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa partai politik itu pada pokoknya memiliki kedudukan dan peranan yang sentral dan penting dalam setiap sistem demokrasi.
B.     FUNGSI PARTAI POLITIK
            Di bagian terdahulu telah menjelaskan beberapa pandangan yang berbeda mengenai partai politik. Perbedaan pandangan tersebut berimplikasi pada pelaksanaan tugas atau fungsi partai di masing-masing negara. Di negara demokrasi partai politik relatif dapat menjalankan fungsinya sesuai harkatnya pada saat kelahiranya, yakni menjadi wahana bagi warga negara untuk berpartisipasi dalam pengelolaan kehidupan bernegara dan memperjuangkan kepentingannya dihadapan penguasa. Sebaliknya dinegara otoriter, partai tidak dapat menunjukan harkatnya, tetapi lebih banyak menjalankan kehendak penguasa. Berikut akan diuraikan secara luas fungsi partai politik di negara-negara demokrasi, otoriter, dan negara-negara berkembang yang berada dalam transisi kea rah demokrasi.
a.      Fungsi di Negara Demokrasi
Ø  Sebagai Sarana Komunikasi Politik
Dalam hal ini parti politik memiliki fungsi menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat. Partai melakukan penggabungan kepentingan masyarakat dan merumuskan kepentingan tersebut dalam bentuk yang teratur. Rumusan ini dibuat sebagai koreksi terhadap kebijakan penguasa atau usulan kebijakan yang disampaikan kepada penguasa untuk dijadikan kebijakan umum yang diterapkan pada masyarakat.
            Disisi lain, partai politik berfunsi memperbincangkan dan menyebarluaskan rencana dan kebijakan pemerintah. Dengan demikian terjadi arus informasi dan dialog dua arah, dari atas kebawah dan dari bawah ke atas. Dari pada itu partai politik memainkan peran sebagai penghubung antara yang memerintah dan di perintah. Peran partai tersebut sangat penting, karena disatu pihak kebijakan pemerintah perlu dijelaskan kepada masyarakat, dan dipihak pemerintah harus tanggap terhadap tuntutan masyarakat. Dalam menjalankan fungsi tersebut partai politik disebut sebagai perantara, terkadang juga dikatakan bahwa partai politik bertindak sebagai pendengar bagi pemerintah, dan menjadi pengeras suara bagi warga masyarakat.
            Menurut Sigmund hubungan antara partai politik dengan komunikasi politik merupakan perantara yang besar yang menghubungkan kekuatan dan ideology social dengan lembaga pemerintah dan mengaitkannya dengan aksi politik dalam masyarakat politik yang luas. Akan tetapi sering terdapat kendala dalam pelaksanaan fungsi komunikasi politik, sengaja atau tidak sengaja menghasilkan informasi yang berat sebelah akan menimbulkan kegelisahan dan keresahan dalam masyarakat. Misinformasi seperti ini, dapat menghambat pertumbuhan politik yang sehat.
Ø  Sebagai Sarana Sosialisasi Politik
            Dalam ilmu politik sosialisasi politik diartikan sebagai suatu proses yang membuat seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik, yang umumnya berlaku dalam masyarakat dimana ia berada. Disisi lain sosialisasi politik merupakan proses dimana masyarakat menyampaikan budaya politik yaitu norma-norma dan nilai-nilai, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian sosialisasi politik merupakan factor terbentuknya budaya politik suatu bangsa. Ada satu definisi tentang sosialisasi politik yang dirumuskan oleh M. Rush yaitu: sosialisasi politik adalah proses yang dilakukan seseorang dalam masyarakat tertentu untuk belajar mengenali system politiknya. Proses ini sedikit banyak menentukan persepsi dan reaksi mereka terhadap fenomena politik.
            Sisi lain fungsi sosialisasi politik ialah sebagai upaya menciptakan  citra  bahwa ia  memperjuangkan kepentingan umum. Karena itu partai harus memperoleh dukungan seluas mungkin, dan partai berkepentingan untuk menciptakan kesolidaritasan yang kuat dengan partainya. Fungsi ini akan mendapatkan nilai yang tinggi apabila partai politik mampu mendidik anggotanya menjadi manusia yang sadar akan tanggung jawab sebagai warga negara dan menempatkan kepentingan sendiri di bawah kepentingan nasional.
Ø  Sebagai Sarana Rekrutmen Politik
            Fungsi ini berkaitan erat dengan masalah seleksi kepemimpinan, baik kepemimpinan internal partai maupun kepemimpinan nasional yang lebih puas. Seain untuk hal tersebut partai politik juga berkepentingan memperluas atau memperbanyak anggota.  Rekrutmen politik menjamin kontinuitas dan kelestarian partai, sekaligus merupakan salah satu cara untuk menjaring dan melatih calon-calon pemimpin.
Ø  Sebagai Sarana Pengatur Konflik
            Di tengah masyarakat terjadi berbagai perbedaan pendapat, partai politik berupaya untuk mengatasinya. Namun, semestinya hal ini dilakukan bukan untuk kepentingan pribadi atau partai itu sendiri melainkan untuk kepentingan umum. Potensi konflik selalu ada disetiap masyarakat, apalagi dimasyarakat yang bersifat heterogen, di setiap perbedaan akan menyimpan potensi konflik. Disini peran partai politik diperlukan untuk membantu mengatasi konflik atau sekurang-kurangnya dapat diatur sedemikian rupa sehingga akibat negatifnya dapat ditekan seminimal mungkin. Perbedaan atau perpecahan ditingkat masa bawah dapat diatasi oleh kerja sama antara elite politik. Secara ringkas dapat dikatakan  bahwa partai politik dapat menjadi hubungan psikologis dan organisasional antara warga negara dengan pemerintahnya.
b.      Fungsi di Negara Otoriter
            Fungsi partai politik negara otoriter dapat dilihat dari pandangan negara komunisme, seperti Uni Soviet. Menurut paham komunis, sifat dan tujuan partai politik bergantung pada situasi apakah partai komunis berkuasa di negara ia berada atau tidak. Dalam situasi seperti ini, partai komunis akan mempergunakan setiap kesempatan dan fasilitas yang tersedia untuk mencari dukungan seluas-luasnya, misalnya dengan jalan memupuk rasa tidak puas dikalangan masyarakat. Akibat karakternya yang demikian, partai komunis sering dicurigai dan partai ini dilarang di beberapa negara. Tujuan partai komunis adalah membawa masyarakat kearah tercapainya masyarakat yang modern dengan ideology komunis, dan partai berfungsi sebagai pelopor revolusioner untuk mencapai tujuan itu.
            Partai komunis juga melaksanakan  beberapa fungsi, misalnya, sebagai sarana kominikasi politik, partai menyalurkan informasi untuk mengindoktrinasikan masyarakat dengan informasi yang menunjang usaha pimpinan partai. Arus informasinya tidak bersifat arus dua arah. Fungsi sebagai sosialisasi politik lebih ditekankan pada aspek pembinaan warga negara ke arah kehidupan dan cara berfikir yang sesuai dengan pola yang ditentukan oleh partai. Partai komunis juga berfungsi sebagai rekrutmen politik, akan tetapi dalam hal ini ia mengutamakan orang yang mempunyai kemampuan untuk mengabdi kepada partai. Yang menguasai ideology Marxisme-leninisme, dan yang kelak mampu menduduki kedudukan pimpinan untuk mengawasi kegiatan dari berbagai aspek kehidupan masyarakat.
c.       Fungsi di Negara Berkembang
            Di negara berkembang keadaan politik sangat berbeda satu sama lain, demikian pula keadaan partai politiknya menunjukan banyak sekali variasi. Pada umumnya partai politik jaga diharapkan mampu melaksanakan fungsi-fungsi seperti dinegara-negara yang sudah mapan kehidupan politiknya. Partai politik diharapkan mampu menjadi alat penting untuk mengorganisir kekuasaan politik, mempengaruhi keputusan-keputusan pemerintah serta turut melaksanakannya, menghubungkan secara efektif masyarakat umum dengan proses politik, dan merumuskan aspirasi dan tuntutan rakyat serta memasukannya kedalam proses pembuatan keputusan.
            Di beberapa negara funsi yang agak sukar dilaksanakan ialah sebagai jembatan antara yang memerintah dan yang diperintah. Selain itu, pertain politik sering tidak mampu menengahi pertikaian dalam masyarakat dan persaingan antar partai sering memperuncing situasi konflik, dan malahan menimbulkan masalah baru. Satu peran yang sangat diharapkan dari partai politik adalah sebagai sarana untuk memperkembangkan integrasi nasional dan memupuk identitas nasional, karena negara-negara baru sering dihadapkan dengan berbagai masalah mengintegrasikan berbagai golongan. Daerah, serta suku bangsa yang berbeda corak social dan pandangan hidupnya menjadi satu bangsa.
*    Fungsi  Partai Politik Indonesia
            Indonesia merupakan negara yang memiliki keaneka ragaman suku, ras, agama, dan budaya, namun Partai politik Indonesia saat ini tidak mampu mengemban aspirasi masyarakat yang beraneka ragam latar belakangnya. Sering keinginan dan kehendak masyarakat justru berlawanan dengan apa yang dilakukan oleh partai politik. Hal ini karena partai politik tidak mampu menjalankan fungsi-fungsi yang dimilikinya sebagai partai politik. Idealnya partai politik harus mampu menjalankan empat fungsi yang ada. Pertama, sebagai sarana pendidikan politik bagi masyarakat. Kedua, sebagai sarana komunikasi politik. Ketiga, sebagai sarana rekruitmen politik. Dan keempat, sebagai sarana peredam konflik.
Partai politik seharusnya mampu melakukan pendidikan dan penjelasan kepada masyarakat mengenai apa yang berkaitan dengan perpolitikan bangsa dan negara, memberikan pengertian kepada masyarakat supaya tidak menjadi anti terhadap dunia politik. Dan masyarakat menjadi paham akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun hingga saat ini, masih banyak masyarakat yang belum paham bagaimana perilaku dalam berbangsa dan bernegara.
Partai politik juga dituntut untuk mampu mengkomunikasikan apa yang menjadi kehendak dan keinginan masyarakat untuk dirumuskan dan disampaikan kepada pembuat kebijakan, dalam hal ini adalah pemerintah. Sehingga pemerintah dapat mengetahui apa sebenarnya yang menjadi keinginan dan kebutuhan masyarakat. Namun keadaan yang ada justru seringkali kehendak dan keinginan masyarakat bertentangan dengan suara yang disampaikan oleh partai politik.
Partai politik diharapkan mampu melakukan rekruitmen politik. Artinya partai politik harus senantiasa menyediakan generasi-generasi muda yang siap dan sanggup untuk melanjutkan estafe kepemimpinan politik di segala jenjang. Proses kaderisasi dalam partai politik menjadi sangat penting untuk diperhatikan supaya partai politik mampu memiliki kader-kader yang ‘siap pakai’ dan siap mengabdi kepada bangsa dan negara. Namun  partai politik seringkali mengabaikan fungsi yang satu ini. Sangat nampak ketika menjelang proses pemilihan kepala daerah misalnya, partai politik sering tidak siap untuk mengajukan kadernya untuk bertarung dalam pemilihan tersebut.
Terakhir, partai politik harus mampu meredam segala konflik yang terjadi dalam masyarakat. Partai politik dituntut untuk mampu mengelola segala kemungkinan yang mengarah terjadinya konflik dalam masyarakat. Namun akhir-akhir ini, tak sedikit partai politik yang justru menjadi pemicu konflik dalam masyarakat. Seperti ketika terjadi konflik perselisihan pasca pemilihan kepala daerah.
            Inilah beberapa fungsi yang harus di perhatikan oleh partai politik Indonesia, untuk menciptakan politik Indonesia yang sehat dan bersih, sehingga kesejahteraan bagi masyarakat dapat terlaksanakan dengan baik.
C.    KLASIFIKASI  SISTEM KEPARTAIAN
            Kita telah membahas bermacam-macam jenis partai. Namun beberapa sarjana menganggap hal ini perlu ditambah dengan meneliti perilaku partai-partai sebagai-bagian dari suatu system, yaitu bagaimana partai politik berinteraksi satu sama lain dengan unsure lain system lain itu. Hal ini dinamakan system kepartaian. Hal ini jaga di pelopori oleh Maurice Duverger, Duverger mengadakan klasifikasi system kepartaian menjadi tiga katagori, yaitu system partai tunggal, system dwi partai, dan system multi partai.
1.      System Partai Tunggal
            Ada pengamat yang berpendapat bahwa system partai tunggal merupakan istilah yang menyangkal diri sendiri, karena partai tersebut merupakan satu-satunya partai yang memiliki kedudukan dominan diantara beberapa partai lain. Pola partai tunggal terdapat di beberapa negara seperti, Afrika, China dan Kuba. Fungsi partai ini adalah meyakinkan atau memaksa masyarakat  untuk menerima persepsi pimpinan partai mengenai kebutuhan utama dari masyarakat seluruhnya. Di Indonesia pada tahun 1945 ada usaha mendirikan partai tunggal sesuai dengan pemikiran yang ada saat itu banyak dianut negara-negara baru yang melepaskan diri dari rezim kolonial.
2.      System Dwi Partai
            Dalam kepustakaan ilmu politik pengertian system dwi partai  biasanya diartikan bahwa ada dua partai diantara beberapa partai, yang berhasil memenangkan dua tempat teratas dalam pemilihan umum secara bergiliran, dan dengan demikian mempunyai kedudukan dominan. System dwi partai pernah juga disebut dengan a convenient system for contented people dan memang kenyataannya ialah bahwa system dwi partai dapat berjalan baik apabila terpenuhi tiga sysrat, yaitu, komposisi masyarakat homogeny, adanya consensus kuat dalam masyarakat, dan adanya kontinuitas sejarah. Di Indonesia pada tahun 1968 ada usaha untuk mengganti system multi partai yang telah berjalan lama dengan system dwi partai, agar system ini mampu membatasi pengaruh partai-partai yang telah lama mendominasi kehidupan politik.
3.      System Multi Partai
            System multi partai sangat erat hubungannya dengan system pemerintahan parlementer, yang mempunyai kecenderungan untuk menitik beratkan kekuasaan pada badan legislative, sehingga peran badan eksekutif sering lemah dan ragu-ragu. Hal ini disebabkan karena tidak ada satu partai yang cukup kuat untuk membentuk suatu pemerintahan sendiri, sehingga terpaksa berkoalisi dengan partai-partai lain. Dilain pihak, partai oposisi pun kurang memainkan peranan yang jelas karena sewaktu-waktu masing-masing partai dapat diajak untuk duduk di dalam pemerintahan koalisi baru.
            Pola multi partai umumnya diperkuat oleh system pemilihan perwakilan berimbang yang memberi kesempatan luas bagi pertumbuhan partai-partai dan golongan-golongan baru. Indonesia mempunyai sejarah panjang dengan berbagai jenis system multi partai. System ini telah melalui beberapa tahap dengan bobot kompetitif yang berbed-beda. Sejak 1989 Indonesia berupaya untuk mendirikan suatu system multi partai yang mengambil unsure-unsur positif dari pengalaman masa lalu, sambil menghindari unsure negatifnya.
*      Klasifikasi Sistem kepartaian di Indonesia
      Dalam literatur dikenal beberapa sistem kepartaian yang berlaku di berbagai negara, namun Tidak semua negara sepakat dalam menggunakan sistem itu. Beberapa negara yang menjalankan sistem multi partai tetapi kenyataannya hanya satu partai yang dominan seperti Singapore dengan PAP-nya atau seperti Indonesia di masa Orde Baru dengan Golkar. Negara-negara lain (yang juga multi partai) seperti Amerika Serikat, dalam kenyataannya menggunakan two dominant-party system dengan Partai Republik dan Demokrat. Hal yang sama terjadi di Inggris dengan Partai Buruh dan Konservatif.
            Bagaimana dengan system kepartaian Indonesia? Pertama, kalau kita amati maka Indonesia menganut sistem multi partai. Dengan sistem pemilu yang berlaku maka semua partai itu punya peluang mendapat kursi baik di DPR maupun DPRD. Sistem pemilu yang menyediakan banyak kursi di setiap daerah pemilihan menyebabkan partai yang tidak meraih suara terbanyak masih menikmati kursi sisa.
Kedua, upaya membatasi jumlah partai peserta pemilu agar tidak terlampau banyak sulit dicapai. Hal ini mengingat Electoral Treshold (ET) tidak dijalankan secara konsekuen. Dengan konsep ET yang lama (meski banyak dikritik) hanya 7 parpol lama yang langsung lolos. Ketentuan itu telah dianulir dalam Pemilu No.10/2008. Sistem ET yang baru yang disebut Parliamentary Treshold (PT) yakni hanya partai yang meraih 2,5 persen suara sah saja yang punya wakil, ternyata dijalankan dengan tidak konsisten yakni hanya untuk DPR saja, sementara DPRD tidak. Dengan demikian banyak partai masih tetap memaksa berdiri paling tidak mendapat kursi di DPRD.
Ketiga, sistem check and balance menjadi tidak terwujud atau tidak jelas. Pemerintahan diisi beberapa wakil dari parpol, tetapi tidak tergabung dalam koalisi yang permanen. Begitu pula pihak oposisi. Tidak ada koalisi oposisi yang mantap. Akibatnya, kebijakan pemerintah acapkali ditolak oleh parpol yang notabene punya wakil di kabinet. “Koalisi” Parpol bersatu tergantung pada isyunya.
Keempat, terwujudnya persaingan dan kerjasama parpol yang tidak jelas. Bayangkan, parpol-parpol di tingkat Pusat, Provinsi, dan Kabupaten tidak diisi atau didukung oleh parpol-parpol yang sama. Kabinet didukung oleh parpol-parpol yang di beberapa provinsi bersaing menjadi lawan dalam pemilihan gubernur. Kasus Maluku Utara jadi contoh paling jelas. Salah satu pasangan didukung oleh partainya Presiden yakni Partai Demokrat. Pasangan lainnya didukung oleh Partainya Wakil Presiden yakni Partai Golkar dan PAN.
Ketiga partai ini sama-sama mengisi kabinet di pusat. Kondisi yang sama berlangsung di provinsi dan kabupaten/kota di provinsi tersebut. Begitu juga antar daerah. Satu parpol di satu provinsi berkoalisi dengan parpol lain yang menjadi lawannya di provinsi yang berbeda. Terlihat jelas dari semua paparan di atas. Sistem kita dibangun lebih banyak atas kepentingan pragmatis, bersifat temporer, dan tidak konsisten.

D.    PARTAI POLITIK DI INDONESIA
            Di Indonesia partai politik merupakan bagian dari kehidupan politik selama kurang lebih seratus tahun. Umumnya partai politik dianggap sebagai sekelompok manusia terorganisir, yang anggotanya sedikit banyak mempunyai orientasi nilai serta cita-cita yang sama, dan yang mempunyai tujuan untuk memperoleh kekuasaan politik serta mempertahankanya guna menjalan kan program yang telah ditetapkannya. Di Indonesia mengenal system multi partai, sekalipun gejala partai tunggal dan dwi partai tidak asing dalam sejarah kita. Namun, system yang berlaku ialah system yang berdasarkan system tiga orsospal yang dapat dikatagorikan sebagai system multi partai dengan dominasi satu partai.
            Sistem politik Indonesia telah menempatkan Partai Politik sebagai pilar utama penyangga demokrasi. Artinya, tak ada demokrasi tanpa Partai Politik. Karena begitu pentingnya peran Partai Politik, maka sudah selayaknya jika diperlukan sebuah peraturan perundang-undangan mengenai Partai Politik. Peraturan perundang-undangan ini diharapkan mampu menjamin pertumbuhan Partai Politik yang baik, sehat, efektif dan fungsional.
Dengan kondisi Partai Politik yang sehat dan fungsional, maka memungkinkan untuk melaksanakan rekrutmen pemimpin atau proses pengkaderan, pendidikan politik dan kontrol sosial yang sehat. Dengan Partai Politik pula, konflik dan konsensus dapat tercapai guna mendewasakan masyarakat. Konflik yang tercipta tidak lantas dijadikan alasan untuk memecah belah partai, tapi konflik yang timbul dicarikan konsensus guna menciptakan partai yang sehat dan fungsional.
Pentingnya keberadaan Partai Politik dalam menumbuhkan demokrasi harus dicerminkan dalam peraturan perundang-undangan. Seperti diketahui hanya Partai Politik yang berhak mengajukan calon dalam Pemilihan Umum. Makna dari ini semua adalah, bahwa proses politik dalam Pemilihan Umum (Pemilu), jangan sampai mengebiri atau bahkan menghilangkan peran dan eksistensi Partai Politik. Kalaupun saat ini masyarakat mempunyai penilaian negatif terhadap Partai Politik, bukan berarti lantas menghilangkan eksistensi partai dalam sistem ketatanegaraan. Semua yang terjadi sekarang hanyalah bagian dari proses demokrasi.
Menumbuhkan Partai Politik yang sehat dan fungsional memang bukan perkara mudah. Diperlukan sebuah landasan yang kuat untuk menciptakan Partai Politik yang benar-benar berfungsi sebagai alat artikulasi masyarakat. Bagi Indonesia, pertumbuhan Partai Politik telah mengalami pasang surut. Kehidupan Partai Politik baru dapat di lacak kembali mulai tahun 1908. Pada tahap awal, organisasi yang tumbuh pada waktu itu seperti Budi Oetomo belum bisa dikatakan sebagaimana pengertian Partai Politik secara modern. Budi Utomo tidak diperuntukkan untuk merebut kedudukan dalam negara (public office) di dalam persaingan melalui Pemilihan Umum. Juga tidak dalam arti organisasi yang berusaha mengendalikan proses politik. Budi Oetomo dalam tahun-tahun itu tidak lebih dari suatu gerakan kultural, untuk meningkatkan kesadaran orang-orang Jawa.
 Jadi partai dalam arti modern sebagai suatu organisasi massa yang berusaha untuk mempengaruhi proses politik, merombak kebijaksanaan dan mendidik para pemimpin dan mengejar penambahan anggota, baru lahir sejak didirikan Sarekat Islam pada tahun 1912. Sejak itulah partai dianggap menjadi wahana yang bisa dipakai untuk mencapai tujuan-tujuan nasionalis. Selang beberapa bulan, lahir sebuah partai yang di dirikan Douwes Dekker guna menuntut kebebasan dari Hindia Belanda. Dua partai inilah yang bisa dikatakan sebagai cikal bakal semua Partai Politik dalam arti yang sebenarnya yang kemudian berkembang di Indonesia.
Pada masa pergerakan nasional ini, hampir semua partai tidak boleh berhubungan dengan pemerintah dan massa di bawah (grass roots). Jadi yang di atas, yaitu jabatan puncak dalam pemerintahan kolonial, tak terjangkau, ke bawah tak sampai. Tapi Partai Politik menjadi penengah, perumus ide. Fungsi Partai Politik hanya berkisar pada fungsi sosialisasi politik dan fungsi komunikasi politik.
Pada masa pendudukan Jepang semua Partai Politik dibubarkan. Namun, pada masa pendudukan Jepang juga membawa perubahan penting. Pada masa Jepang-lah didirikan organisai-organisasi massa yang jauh menyentuh akar-akar di masyarakat. Jepang mempelopori berdirinya organisasi massa bernama Pusat Tenaga Rakyat (Poetera). Namun nasib organisasi ini pada akhirnya juga ikut dibubarkan oleh Jepang karena dianggap telah melakukan kegiatan yang bertujuan untuk mempengaruhi proses politik. Praktis sampai diproklamirkan kemerdekaan, masyarakat Indonesia tidak mengenal partai-partai politik.
Perkembangan Partai Politik kembali menunjukkan geliatnya tatkala pemerintah menganjurkan perlunya di bentuk suatu Partai Politik. Wacana yang berkembang pada waktu itu adalah perlunya partai tunggal. Partai tunggal diperlukan untuk menghindari perpecahan antar kelompok, karena waktu itu suasana masyarakat Indonesia masih diliputi semangat revolusioner. Tapi niat membentuk partai tunggal yang rencananya dinamakan Partai Nasional Indonesia gagal, karena dianggap dapat menyaingi Komite Nasional Indonesia Pusat dan dianggap bisa merangsang perpecahan dan bukan memupuk persatuan. Pasca pembatalan niat pembentukan partai tunggal, atas desakan dan keputusan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat, pemerintah mengeluarkan maklumat yang isinya perlu di bentuk Partai Politik sebanyak-banyaknya guna menyambut Pemilihan Umum anggota Badan-Badan Perwakilan Rakyat.
Pada keadaan seperti itulah Partai Politik tumbuh dan berkembang selama revolusi fisik dan mencapai puncaknya pada tahun 1955 ketika diselenggarakan Pemilihan Umum pertama yang diikuti oleh 36 Partai Politik, meski yang mendapatkan kursi di parlemen hanya 27 partai. Pergolakan-pergolakan dalam Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Konstituante hasil Pemilihan Umum telah menyudutkan posisi Partai Politik. Hampir semua tokoh, golongan mempermasalahkan keberadaan Partai Politik. Kekalutan dan kegoncangan di dalam sidang konstituante inilah yang pada akhirnya memaksa Bung Karno membubarkan partai-partai politik, pada tahun 1960, dan hanya boleh tinggal 10 partai besar yang pada gilirannya harus mendapatkan restu dari Bung Karno sebagai tanda lolos dari persaingan.